EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM
Gambar tema oleh Igniel

Laporkan Penyalahgunaan

EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM

Pengikut

Cari Blog Ini

Recent

Bookmark

Cacar

Seumur hidup, saya belum terpapar virus cacar. Baru beberapa hari yang lalu, di usia yang sudah kepala tigaus yang bernama ilmiah Varicella Zoster.

Awalnya, lebaran di hari pertama di Kudus, Yahya muncul ruam-ruam merah berair. Gejalanya hampir tidak ada, ia biasa-biasa saja tanpa merasakan panas atau bagaimana. Namun setelah muncul beberapa ia merasakan gatal-gatal, terutama ketika tidur. Ia suka garuk-garuk munculnya ruam hampir di sekujur tubuhnya ada; kepala, wajah, tangan, leher, punggung, dada hingga kaki. 

cacar anak kecil

Saya larikan ia ke mantri terdekat kami, ia diberi obat dan salep untuk mengurangi gatal dan ruam. Alhasil, Yahya sembuh dalam waktu tiga hari. Sungguh pemulihan yang sangat cepat. 

Setelah itu kami mudik ke Tulungagung, di sana beberapa hari, tepatnya delapan hari. Lalu pulang ke Jogja lewat jalur selatan. 

Satu hari setelah di Jogja, badan saya masih terasa capek, pegal-pegal hingga linu-linu lalu diiringi suhu badan panas. Saya kira ini hanya kecapean saja, oleh istri saya diminta minum Tolak Angin, yang katanya sebagai indikator orang pinter itu.

Saya lalu tidur siang. 

Sorenya mulai muncul bintik-bintik kemerahan, sama seperti yang dialami oleh Yahya. Istri saya langsung menyimpulkan bahwa itu adalah cacar. Ia meminta saya untuk periksa saja ke dokter. Saya bergeming. 

Alasan saya adalah Yahya, ia bisa sembuh dalam waktu tiga hari dan tanpa diiringi panas apalagi gregesi. Esok sorenya, bintik-bintik itu mulai banyak. Adik saya dari Semarang datang untuk mengambil mobil. Setelah bertemu saya, dia bilang bahwa ini adalah cacar. 

Waktu itu wajah saya seperti lebam-lebam habis dipukuli. Serius. Adik saya cerita bahwa ia pernah kena cacar dan butuh waktu satu bulan untuk sembuh. 

Dengan diyakinkan istri untuk ke sekian kali, saya setuju untuk periksa dokter. Tempat kami dekat dengan klinik, paling hanya 10 menit perjalanan. 

Sampai di sana, pendaftaran dan antrean semua yang ngurus adalah istri. Tekanan darah saya pada saat itu normal 120/80 sedangkan suhu badan juga normal di angka 36 derajat. 

Saya masuk ke ruang periksa bersama istri dan Yahya. 

"Kenapa, Pak?" tanya dokter, saya lupa nama yang tertera di saku sebelah kanannya. 

"Cacar, Dok. Sudah banyak ini munculnya" Kata saya sambil membuka masker sedikit, untuk menunjukkan bahwa saya benar-benar cacaren. 

"Sudah berapa jam? Lebih dari 24 jam belum?" tanyanya kembali. 

Sambil mikir-mikir dan ragu-ragu saya mengatakan sudah. Istri saya menimpalinya dengan kata yang sama juga. 

"Seharusnya kalau cacar itu sebelum 24 jam minum obat agar tidak menyebar di mana-mana.." Dokter perempuan yang masih mudah itu lalu menjelaskan tentang cacar. 

Kata dokter, anak-anak itu lebih cepat sembuh sebab imunitasnya masih kuat, cukup hanya tiga hari saja sudah bisa sembuh, sedangkan untuk orang dewasa membutuhkan waktu yang agak lama. 

"Sabar ya, Pak. Obatnya ini agak banyak diminum setiap 4 jam sekali" Dokter itu dengan santai membicarakan obat. 

Katanya lagi bahwa cacar itu virus yang tempat persembunyiannya di saraf, jadi kalau sudah menyebar ke saraf, maka akan banyak menimbulkan bintik-bintik itu. Benar bahwa di sekujur tubuh saya dipenuhi oleh cacar air tersebut. 

Kami pulang dengan membawa banyak obat. Saat cerita ini ditulis, cacar ini sudah 7 hari menemani saya, alhamdulillah sudah kering, tinggal masa penyembuhan saja. Obatnya masih banyak, dan katanya diminum sampai habis. 

Hal yang paling tidak enak dalam kondisi cacar begini adalah ketika bertemu orang, bukannya saya malu cacar yang ada di wajah, namun komentar mereka yang mayoritas senada. 

"Lo, belum pernah cacaren?"

"Wis tuwo keno cacar"

"Kok iso, koyo cah cilik wae cacaren"

dan lain-lain dengan komentar yang senada. 

Ini bukan penyakit mematikan sih, tapi konon memang harus pernah terpapar cacar semacam ini satu kali seumur hidup. Setelah ini, tidak akan ada cacar lagi, konon begitu. 

Untuk menyiapkan jawaban sebelum orang-orang komentar semacam itu, ketika ditanya sakit apa? Sejurus kemudian saya menjawab "Kena cacar. Sudah tua begini malah kena cacar"

Kalimat itu efektif bagi saya untuk tidak dicecar. Entah, ya. Rasanya lebih nyaman mengakui sendiri daripada nanti harus orang lain yang mengatakan itu. Lebih baik saya sendiri yang mengatakan demikian, daripada didahului oleh orang lain. 

Uhui...

Posting Komentar

Posting Komentar