EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM
Gambar tema oleh Igniel

Laporkan Penyalahgunaan

EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM

Pengikut

Cari Blog Ini

Recent

Bookmark

Gusi Bengkak

Dalam hal gigi, saya sering sombong kepada kawan-kawan ketika mereka sambat gigi yang bolong-bolong. Pasalnya gigi saya memang tidak bolong-bolong. Namun, kesombongan saya itu ternyata dijawab dengan gusi saya yang mendadak bengkak. 

gigi tumbuh tak sempurna
qowim.com

Sebenarnya ini sudah terjadi dua kali; pertama lebaran tahun 2020 ketika di Tulungagung, dan dua hari terkahir kali ini. 

Ketika kali pertama bengkak, saya periksa ke dokter gigi di Puskesmas Sewon II. Sebab pandemi, dokter enggan untuk memeriksa gigi saya, ia hanya memberikan saya obat pereda nyeri dan antibiotik. Setelah sembuh, alhamdulillah tidak ada keluhan lagi. 

Mungkin hanya beberapa kali merasakan ada yang mengganjal di gigi belakang ketika selesai makan yang keras-keras; daging misalnya. 

Keluhan-keluhan itu saya anggap sebagai konsekuensi saja, sebab ketika saya cek, gigi saya aman-aman saja. Bukan persoalan gigi yang perlu ditangani. 

Namun, hari ini ceritanya lain. Malam hari sebelumnya, saya melihat ada yang benjol di pipi kanan, istri bertanya kenapa, saya lupa menjawab dengan kalimat apa.

Ketika bangun pagi, saya merasakan nyeri di gigi belakang bagian kanan, setelah berkaca ternyata pipi bagian kanan bertambah besar bengkaknya. Lalu saya mencoba meraba-raba dengan ujung lidah hingga mencapai gigi geraham. 

"Lo, kok tambah bengkak, Mas?" kata istri. 

Saya merasakan nyeri, dan sialnya badan terasa gregesi dan hangat, kepala saya juga disertai pusing. Hari ini Senin, 6 Juni 2022 jadwal ngajar di kampus paling padat. Hari itu saya tidur lagi saat pagi, meninggalkan kewajiban nyapu, membuang sampah dan mencuci piring. Lalu bangun pada pukul 09.00 WIB. 

Saya putuskan untuk tidak mengajar hari itu. Pusing dan gregesi ini sungguh membuat saya tak nyaman untuk beraktivitas. Di sisi lain pipi kanan saya bengkak lebih besar. 

Pagi itu saya sarapan dengan agak susah payah, geraham yang sakit membuat saya tidak bisa membuka mulut dengan lebar. Saya diberi istri obat tablet pereda nyeri. Alhamdulillah nyeri memang reda. Namun tubuh masih gregesi.

Sorenya saya berencana untuk periksa ke Klinik IDI Bantul. Tempat faskes pertama saya setelah ganti dari Puskesmas Sewon. Saya berangkat sendiri ke Klinik IDI, istri dan Yahya ke pondok katanya ada simaan haul KH. Abdul Aziz Kutoarjo. Ayah dari KH. Nawawi (guru saya di pesantren An-Nur) suambi almarhum Nyai Walidah Moenawir Krapyak

Saya tiba pukul 16.30 WIB antre hanya 2 orang saja. Namun sial, ternyata prosesnya sangat lama, lebih kurang 3 jam saya menunggu giliran. Di sela-sela menunggu saya habiskan waktu membaca dua buku; Sains Religius Agama Saintifik Dua Jalan Mencari Kebenaran karya Haidar Baqir dan Ulil Abshar Abdalla. Kedua buku Arman Dhani yang berjudul "Yang Ditulis Usai Berpisah" 

Mungkin karena saya tidak membawa hp, jadi saya sibuk membaca buku. Beberapa hari yang lalu charger hp saya meledak, dan pada saat menulis catatan ini, charger yang saya beli di toko online belum datang juga. 

Pukul 19.15 WIB saya dipanggil. 

"Alhamdulillah, giliran saya" 

Masuk ke ruang dokter gigi, saya bingung meletakkan totebag dan peci hitam kesayangan. Agaknya dokter menelisik kebingunganku. 

"Taruh di atas kursi situ aja tidak apa-apa" kata dokter gigi perempuan yang saya lupa membaca di ruangan tentang siapa namanya. 

Duduk di kursi periksa berwarna merah dengan lampu agak redup di atas kepala saya bercerita asal muasal kebengkakan gusi saya. Dokter mendengarkan sambil mengganti sarung tangan khasnya berwarna krem itu. Setelah diminta untuk berkumur-kumur saya membuka mulut dan diperiksa.

"Maaf, usia berapa?" tanya dokter. Saya menjawab 31 tahun

Dokter bilang bahwa gigi geraham saya paling ujung tidak tumbuh dengan sempurna, hanya kecil saja. Itu yang menyebabkan gusi bengkak karena sering terkena tekanan. 

"Saran saya dicabut saja, Pak. Kebetulan kanan kiri tidak tumbuh sempurna juga, hanya ada kecil saja giginya" 

"Sakit ndak, Dok?" Pertanyaan bodoh saya yang tidak tahu kenapa saya tiba-tiba bertanya seperti itu. Untungnya dokter menjawab dengan diplomatis.

"Sakit atau tidak itu tergantung ketahanan pasien merespons rasa sakit. Tidak apa-apa, lagi pula nanti dibius, kok. Itu termasuk operasi kecil." jawab dokter. "Lagi pula, ini banyak terjadi dan biasa saja" imbuhnya.

"Ini saya kasih obat dan antibiotik saja, Pak. Nanti kalau sudah sembuh bisa ke sini lagi, saya buatkan rujukan ke rumah sakit, yang alatnya lebih lengkap." 

Sambil beranjak dari kursi pasien, saya ambil totebag dan peci lalu saya kenakan. Alhamdulillah, akhirnya terdeteksi juga sakitnya karena apa. Setelah ambil obat saya pulang, makan, lalu minum obat 3 jenis sekaligus. 

Rencana saya akan melakukan operasi kecil cabut dua gigi geraham di liburan semester saja. Mengingat beberapa minggu lagi adik perempuan saya menikah disusul dengan ujian semester di kampus. Pasti akan ada sibuk-sibuk yang tak bisa ditinggalkan.

Posting Komentar

Posting Komentar