EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM
Gambar tema oleh Igniel

Laporkan Penyalahgunaan

EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM

Pengikut

Cari Blog Ini

Recent

Bookmark

Teologi Penghormatan

Judul ini saya ambil dari istilah Rumail Abbas. Pada salah satu video pendeknya tentang polemik nasab ba’alawi disebabkan karena oknum habaib yang mudah songong karena memiliki nasab mulia. Ia menjelaskan bahwa orang Indonesia yang memiliki watak menghormati habaib yang luar biasa, sebab ada darah rasulullah di dalamnya. Mungkin, itulah yang disebut sebagai teologi penghormatan.

Image by Freepik

Tulisan ini tidak akan membahas persoalan polemik habaib yang akhir-akhir ini ramai di lini masa media sosial. Apakah klan Ba’alawi itu sah nasabnya hingga rasulullah atau tidak, karena ada nama Ubaidillah yang disangsikan historisitas fisiknya. Disamping keilmuan saya tidak memadai untuk membahasnya, penelitian yang dilakukan oleh Rumail Abbas juga belum selesai. Jadi, lebih baik menunggu semua polemik itu selesai dulu, baru komentar. 

Saya hanya membahas persoalan istilah Teologi Penghormatan yang agak menggelitik di telinga saya, namun tak sampai membuat gatal. Menggelitik itu biasanya membuat tawa geli, kalau gatal kan konotasinya menyebalkan, ya?

Menghormati, pada dasarnya adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang hidup. Hal itu dijamin di dalam al-Quran maupun hadis; bersifat universal (QS. Al-Isra’: 70) redaksi yang digunakan oleh al-Qur’an yaitu bani adam; anak turun nabi Adab. Seuniversal itu, Allah memuliakan ciptaannya sendiri; manusia. 

Konteks menghormati tidak hanya ketika masih hidup, bahkan ketika sudah meninggal pun, manusia tetap memiliki hak dihormati. Nabi Muhammad saw. pernah berdiri ketika ada salah satu jenazah Yahudi yang lewat untuk dimakamkan. Dalam keadaan duduk, Nabi lalu berdiri. Salah satu sahabatnya protes; “Njeng Nabi, itu lo jenazah Yahudi, kok njenengan berdiri?” Nabi menjawab dengan jawaban yang tak terduga “Bukankah jenazah itu juga manusia?” – alaisat nafsan? (Sahih Bukhari: 1250, Sahih Muslim: 961).

Teladan dari Nabi ini, memang seharusnya dijadikan pedoman. Allah sendiri yang memuliakan makhluknya, lalu rasul-Nya mempraktikkan dengan berdiri menghormati jenazah nonmuslim, lalu kita sebagai umatnya Rasulullah, tak ada alasan untuk tidak mengikutinya. Jika semua manusia memiliki hak untuk dihormati, artinya manusia diwajibkan untuk menghormati liyan. Caranya mungkin bisa beragam, namun tujuannya sama yakni menghormati. Nilai penghormatan sesama manusia ini menjadi sebuah nilai yang diambil dari inti ajaran agama. Agaknya, dari hal itu bisa disebut sebagai teologi penghormatan.

2 komentar

2 komentar

  • Anonim
    Anonim
    18 Agustus 2023 pukul 23.11
    Menghormati memang kewajiban manusia
    • Anonim
      Qowim Musthofa
      19 Agustus 2023 pukul 20.17
      Leres..