EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM
Gambar tema oleh Igniel

Laporkan Penyalahgunaan

EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM

Pengikut

Cari Blog Ini

Recent

Bookmark

Tidak Menghinakan Diri Sendiri

Tiap hari Senin malam, saya mengajar kitab ta’lim karya Syaikh Zarnuji yang fenomenal itu. Ada satu kalimat yang saya ingat betul ketika pulang. Mungkin karena kalimatnya pendek, jadi mudah untuk diingat. Kalimat itu berasal dari Kanjeng Nabi Muhammad saw. beliau bersabda ليس للمؤمن ان يذل نفسه lebih kurang artinya “Menghinakan diri sendiri itu bukan sifat yang dimiliki oleh orang yang beriman"

Image by wirestock

Saya cek di Maktabah Syamela yang tersedia secara daring, ternyata itu hadis riwayat Abdullah bin Umar, putranya Sayyidina Umar. Hadis itu tercantum di Musnad Abu Hanifah. Saya tak melacaknya lebih jauh soal status hadisnya, sebab bukan hadis yang membahas soal fikih. 

Di Musnad Abu Hanifah, ada tambahan redaksi di hadis tersebut. Ketika itu ada sahabat yang bertanya “Bagaimana maksudnya menghinakan diri sendiri?” Nabi menjawabnya bahwa (salah satu ciri) menghinakan diri sendiri adalah menantang cobaan/ujian yang sebenarnya dia tidak mampu (menanggung cobaan itu). يتعرض من البلاء ما لا يطيق

Dari hadis itu saya mencatat dua hal yang saling berkaitan. Pertama, memahami kapasitas diri sendiri. Kedua, jangan buat dirimu berpotensi dihina oleh orang lain. 

Memahami kapasitas diri adalah hal paling dasar dalam melakukan segala hal. Tema-tema seperti ini selalu ramai dibicarakan, karena ini termasuk pembahasan tentang pengembangan diri. Saya punya trik sederhana dalam menentukan kapasitas diri. Ketika ada tantangan atau diberi beban tugas, saya akan bertanya kepada diri sendiri, saya siap atau tidak? Biasanya saya mempertimbangkan satu hal; waktu. Waktu bukan ada atau tidaknya, tapi sejauh mana saya rela mengalokasikan waktu untuk tantangan itu?

Selanjutnya yang kedua, yang masih berkaitan dengan yang pertama yaitu menghindari potensi hinaan orang lain kepada kita. Manusia itu makhluk paling terhormat dan mulia, jadi jangan sampai ada yang menghina kita sebagai manusia. Menghinakan diri tentu beda artinya dengan tawaduk. Keduanya memiliki pengaruh yang berbeda pula. Menghinakan diri itu persoalan mental, sedangkan tawaduk praktik etika (adab). 

Menghinakan diri sendiri saya kira bentuknya banyak, misalnya dengan mengatakan tidak pantas hidup – tidak pantas bahagia – lebih baik jadi kutu saja, itu bisa terjebak pada menghinakan diri sendiri. Sebab semua manusia memiliki kesempatan itu semua dan menyia-nyiakannya adalah bentuk dari menghinakan diri sendiri. Oleh sebab itu dalam hal ini, membangun kepercayaan diri itu penting. Bagaimana orang lain bisa percaya dengan saya, jika saya sendiri tidak percaya dengan diri sendiri?

Posting Komentar

Posting Komentar