EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM
Gambar tema oleh Igniel

Laporkan Penyalahgunaan

EWRX7nXzSEi74YquoxxXqz848nPnhEfExVXrFUfM

Pengikut

Cari Blog Ini

Recent

Bookmark

Rutinitas

Di usia yang sudah kepala tiga ini, dan sudah dikaruniai anak, saya memahami satu hal detail yang saya lakukan ketika masih kecil, yaitu rutinitas beres-beres. Dari kecil saya dididik untuk mandiri dan bertanggung jawab dalam urusan beres-beres ini. Rutinitas saya di masa kecil, kira-kira usia 7 tahun adalah membersihkan rumah; bersihkan debu dengan kemoceng (saya menghabiskan waktu sekitar 3 menit untuk mencari istilah ini dalam bahasa Indonesia dan belum ketemu), menyapu, hingga mengepel.

Image by Susanne Jutzeler, Schweiz 🇨🇭 suju-foto from Pixabay

Aktivitas itu menjadi rutinitas yang sangat lama, sampai usia saya 15 tahun lalu pergi ke pesantren (mondok). Hal ini, mungkin karena kedua orang tua saya adalah guru di sekolah, jadi waktu pagi adalah waktu paling menegangkan setiap hari sebelum semuanya harus pergi. Abah saya mencuci baju, ibu saya memasak dan anak-anaknya membersihkan rumah. Saya kira itu pembagian yang sangat tepat. 

Menikah dan memiliki anak dan, alhamdulillah rumah, menjadikan saya terbiasa melakukan aktivitas itu setiap hari. Istri saya dari pagi sudah ngajar di pesantren. Jadi otomatis aktivitas pagi adalah urusan saya. Membersihkan rumah dan menyiapkan Yahya untuk berangkat ke sekolah. Rangkaian itu seperti mekanis-otomatis. Mungkin inilah yang disebut sebagai pembiasaan sedari kecil. 

Saya menjadi berkesimpulan bahwa apa yang kita lakukan di hari ini adalah rangkaian aktivitas yang kita lakukan terus-menerus di waktu yang lalu.

Dan, saya yakin bahwa simpulan itu tidak mungkin keliru. Hal ini membuat saya tidak takut menjalani waktu-waktu di masa depan. Saya tak perlu khawatir tentang masa depan saya bagaimana? Sebab, saya hanya fokus saja untuk hari ini. 

Jika saya ingin menjadi penulis, menulislah setiap hari. Jika membayangkan di masa depan saya adalah seorang yang hafalan qurannya lanyah, bacalah quran tiap hari. Dan seterusnya… Pemahaman itu bukan hal baru, sudah banyak saya kira yang menjelaskan itu. Namun, kali ini saya merasa adalah peristiwa “owalah, ini” – “Ternyata ini” – “Ahaaa” dan lain semacamnya. 

Pagi ini, setelah membersihkan debu dengan kemoceng (saya masih penasaran istilah ini dalam bahasa Indonesia itu apa?), menyapu lantai dan mengepel, saya lanjutkan menulis setiap hari ini setelah kegagalan yang lain. Jika saya ingin menjadi penulis, menulislah setiap hari. 

Sekarang saya harus lanjut mencuci baju.

Posting Komentar

Posting Komentar